Tuesday, October 14, 2014

The Media's Manipulative Influence Over Your Morals


 “Media is the message”. Media dapat diartikan sebagai sebuah pesan karna informasi yang terkandung di dalamnya dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku khalayak yang menontonnya, khususnya remaja yang masih mencari identitas. Konten media bahkan terkadang berbahaya karna terdapat manipulasi pesan yang dapat disalah artikan oleh khalayak. Media dengan sengaja ataupun tidak, telah dapat membentuk pemikiran seseorang, tergantung dari pesan apa yang ingin ditampilkan. Entah itu berupa cerminan dari khalayak sesungguhnya ataupun berupa manipulasi dari kepentingan tertentu yang memiliki kekuasaan.

Manipulasi Media dalam Merepresentasikan Perempuan

Konten-konten media kebanyakan mengeksploitasi perempuan sebagai pasarnya. Perempuan yang selalu erat kaitannya dengan kecantikan ideal yang dicitrakan media, baik itu memiliki tubuh ideal, wajah tirus, hidung mancung, tinggi semampai dan sebagainya. Standar ideal tersebut menyebabkan perempuan hidup dalam perburuan kecantikan dan dihantui rasa cemas jika gagal menggapainya. Karna jika tidak ideal, mereka juga bisa terancam susah untuk mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak sedikit perempuan yang melakukan diet ketat, bahkan sampai mengidam sindrom anorexia nervosa, kecemasan akan kegemukan, sehingga berusaha sekuat tenaga untuk merekayasa tubuh, mengurangi kolesterol, agar tetap tampil ideal.  


Subandi Ibrahim dalam bukunya Budaya Populer sebagai Komunikasi (2011: 62) menjelaskan bahwa media dinilai berpotensi merintangi pemahaman kita tentang diri sendiri dalam tiga cara. Pertama, media mengabadikan ideal-ideal tidak realistis yang sulit dipenuhi, ia membatasi pandangan kita sehingga menciutkan hati kita dari usaha memasuki wilayah-wilayah di luar apa yang media definisikan untuk jenis kelamin kita. Kedua, mempatologiskan tubuh laki-laki, dan khususnya perempuan, mendorong kita untuk menilai fungsi dan kualitas fisik yang normal sebagai tak normaldan membutuhkan ukuran-ukuran yang harus diperbaiki. Ketiga, media memberi andil untuk menormalisasikan kekerasan atau menjadikan kekerasan atas perempuan sebagai hal yang lumrah, memungkinkan bagi laki-laki untuk mempercayai bahwa mereka diberi cap melecehkan atau mendorong perempuan terlibat dalam seks dan bagi perempuan untuk menilai pelecehan itu bisa diterima.


Hal ini telah membawa perempuan pada ketersiksaan batin, terutama jika mereka tidak berhasil memenuhi standar ukuran tubuh ideal, standar wajah ideal, standar kecantikan ideal atau standar kepribadian ideal sebagaimana yang dikonstruksi oleh media pada perempuan modern. Media seolah menekankan bahwa yang patut diapresiasi dari perempuan adalah kecantikan dan tubuh ideal tersebut; bukan pemikiran, kepintaran, ataupun kekuatan yang seharusnya dapat ia kembangkan.




Jennifer Siebel Newsom menuangkan persoalan tentang pengaruh manipulasi media pada perempuan dalam sebuah karya film dokumenter yang diproduksinya, Miss Representation. Film ini dipertontonkan dan mendapatkan sambutan positif dalam ajang Sundance Film Festival, San Francisco International Film Festival, Athena Film Festival; serta berhasil memenangkan penghargaan dari penonton saat Palo Alto International Film Festival.

Berikut cuplikan trailer dari film Miss Representation: 


Miss Representation membahas bagaimana media melakukan manipulasi dalam memandang perempuan sehingga menyebabkan turunnya representasi terhadap posisi kekuasaan dan pengaruhnya yang lebih luas. Newsom juga melengkapi film ini dengan menambahkan pendapat perempuan dari berbagai golongan usia serta profesi yang berbeda. Beberapa ungkapan dari perempuan-perempuan hebat tersebut pun telah kami tayangkan pada paragraf diatas. 

Film ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi perempuan dan anak perempuan untuk menyadari potensi penuh yang ada di diri mereka, serta dapat mengembangkannya dengan lebih baik lagi. Perempuan harus percaya diri bahwa mereka berharga dan berhak melakukan apa yang sepantasnya ingin mereka capai, bukan apa yang ingin media capai.

Penulis: Della Lineri
Mahasiswi program S2, Magister Manajemen Komunikasi, Universitas Indonesia
Mata kuliah, Manajemen Stratejik Komunikasi
Sumber Rujukan:
1) Ibrahim, Subandy. 2011. Budaya Populer sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.
2) http://therepresentationproject.org/films/miss-representation/about-the-film-     2/synopsis/ (Diakses tanggal 14 Oktober 2014, pukul 16.41 WIB)

No comments:

Post a Comment